Lebih Seram Dari Jurit Malam
Jika mengingat bab-bab
sebelumnya, Dika memang kurang beruntung dalam percintaan. Entah, diputusin,
ditinggalkan pacar –karena mantannya lebih memilih laki-laki lain, atau naksir
tapi tidak kesampaian untuk mengungkapkannya. Tapi dalam bab ini berbeda.
Karena dia justeru yang ditaksir Lina, adik juniornya di PMR.
‘Aku lagi naksir cowok cuek,
Kak,’ kata dia.
‘Terus?’
‘Gimana, sih, caranya ngedeketin
cowok cuek?’
‘Siapa cowoknya? Anak PMR?
Senior?’ tanya gue.
‘Ada, deh, Ka. Tapi kalau kakak
mau tau, iya, anak PMR’. (Hal. 182)
Sebagai anak baru di eksul PMR,
Lina harus menjalani pelantikan bersama angkatan baru lainnya. Kegiatannya
berlangsung malam hari di Bumi Perkemahan Cibubur. Sudah menjadi agenda rutin
disetiap proses pelantikaan anak baru akan dikerjai habis-habisan. Begitu pun
yang pernah di alami Dika waktu pertama mengikut proses pelantikannya.
Jadi, ini tak beda seperti ajang
balas dendam untuk mengerjai anak-anak baru. Terutama Nikolas –teman seangkatan
Dika– yang amat mengebu-gebu untuk melancarkan aksinya (balas dendam, red).
Obrolan antara Lina dan Dika tetap berlanjut di suasana malam yang mencekam.
‘Kakak inget botolku yang aku
dulu bilang isinya malaikat? Botol itu udah ilang. Kak, jaket itu pengganti.
Kakak jadi semacam malaikat buat aku.’
‘Bukannya botol itu untuk ngusir
hantu? Gue jadi kayak pengusir hantu, dong,’
Lina tertawa. ‘Maksudnya bukan
gitu, sih, kak. Tapi kakak ngerti, kan?’
‘Ngerti apa?’ tanya gue.
‘Gak jadi, deh’ kata Lina. (Hal.
184)
Jaket yang Lina pakai saat malam
pelantikan hilang. Dia sedih dan kecewa. Baginya, jaket tersebut memiliki
kenangan tersendiri bersama Dika. Di mana pada momen saat Dika memegang
jaketnya.
‘Kenapa, Kak?’ tanya Lina.
Gue menggenggam jaket Lina.
‘Nikolas, lo jangan nakutin kita, deh, soalnya –‘
‘POCONGGGGGG!’ teriak Nikolas.
(Hal. 180)
Iyah, padahal Lina sudah beberapa
kali mencoba memberikan tanda-tanda kesukaannya pada Dika.