Minggu, 03 April 2016

resensi novel Raditya Dika koala kumal bab 7

bab 7
Perempuan Tanpa Nama

Mengenai pertemuan tak disengaja Dika dengan beberapa perempuan yang tak dikenal sebelumnya. Namun, ternyata Dika menyimpan ketertarikan pada mereka. Hanya saja dia tidak memiliki nyali atau keberanian untuk sekedar ‘say hai’. Cuma sebatas melihat dari tempat duduknya saja.
"Apa yang terajadi seandainya gue
berani ngomong sama dia?." (Hal. 116)
Dari sekian perempuan yang membuat dia penasaran. Tiga di antaranya dia kisahkan dalam bab ketujuh ini. Seperti kisah pertama, ketika dia masih SD. Dia bertemu dengan perempuan –berambut ikal dan dikuncir– ini, di lantai dua Kentucky Fried Chicken di daerah Jakarta Selatan.
Sempat terbesit dipikiran gue untuk langsung berdiri dan menyalami
dia saja. Tapi tidak, gue tidak berani. Maka, seiring dia ke luar dari
restoran, dia tetap menjadi perempuan tanpa nama. (Hal. 119)
Kedua; di penghujung tahun 2005, dalam sebuah penerbangan dari Jogjakarta ke Jakarta. Iyah, perempuan tanpa nama selanjutnya adalah salah satu pramugari dalam pesawat yang ditumpanginya tersebut. Berbeda dari pengalaman sebelumnya, kali ini dia mencoba memberanikan diri untuk menegurnya. Tapi, ada kejadian di luar dugaan dia kejadian yang ngebuat situasinya menjadi serba salah.
“Dia (pramugari) merengut, memberikan pandangan
jijik ke arah gue. Suasana tegang.” (Hal. 129)
Terakhir, perempuan tanpa nama yang ketiga dia lihat di toko Topshop Senayan City, pada tahun 2011. Perempuan ini memiliki mata sayu, wajahnya cantik alami, pipinya tirus kemerahan. Tak beda jauh dari nasib sebelumnya; dia kembali apes.
‘Ukuran S?’ Gue celingukan ke sana-sini. ‘Seharusnya ada, sih, ya.’
‘Bisa cariin, gak?’
'Uh, gue yang nyariin?’
'Eh... Iya, kan?’ tanya dia. ‘Tunggu dulu. Loh? Mas ini bukannya..?’ (Hal. 135)
“Kadang, pada tengah malah, gue suka berfikir sebelum tidur.
Apakah di antara perempuan-perempuan tak bernama ini ada
yang seharusnya menjadi jodoh gue, menjadi salah satu perempuan
 yang membuat cerita-cerita bersama gue. Menjadi seseorang yang
punya peranan lebih daripada sekedar perempuan tanpa nama.” (Hal. 138)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar